Suatu ketika didalam suatu rapat dikampus, membahas tentang bagaimana membuat strategi kelulusan para mahasiswa menjadi lebih baik. Ketua Rapat mengatakan bahwa para pengajar hendaknya lebih mengikuti akan POTENSI dari masing-masing mahasiswa.
Jadi sifatnya seolah-olah PENGGALIAN BAKAT (sentuhan personil).Misalnya jika mahasiswa A punya kelebihan dibidang social ya kita arahkan kesana, untuk mahasiswa B yang bakatnya atau menonjol dibidang disain kita arahkan kesana dst.
Sayapun menanggapi dengan mengatakan : “Kalau caranya seperti itu, apa tidak seperti TK? Alias Taman Kanak-Kanak. Menggali POTENSI ANAK?”
Mestinya kan kita tetapkan dulu PATOKAN – PATOKAN (sesuai KURIKULUM SILABUS) yang harus dipenuhi untuk para mahasiswa jika ingin lulus dari jurusan tersebut. Jika sekiranya TIDAK MAMPU, (sudah dicoba ternyata kesulitan untuk mengikuti) ya lebih baik mahasiswa tersebut mengundurkan diri.
Tapi DELEMA memang. Khususnya bagi Perguruan Tinggi Swasta Bagaimana tidak? Dengan PERATURAN dari DIKTI yang membolehkan PTN membuka WARUNGnya seluas-luasnya, dengan MENU sebanyak-banyaknya, WAKTU sebebas-bebasnya, dan SEGMEN yang mengglobal, dengan DALIH OTONOMI KAMPUS (Kampus harus mencari “NAFKAH” sendiri).
Maka LAHAN PTS menjadi semakin TERGUSUR.
Jika PTN lebih leluasa dalam memilih/menyaring untuk kemudian menetapkan para mahasiswanya yang RELATIF mayoritas para lulusan SMU dan sederajad dan masih ngeFANS untuk lebih memilih PTN dibanding PTS (kalau boleh memilih). Maka tidak mengherankan jika yang terjaring masuk PTN mayoritas adalah para lulusan SMU dan sederajad yang pada dasarnya sudah berKUALITAS (bernilai tinggi)
Sisanya yang tidak diterima di PTN mayoritas akan masuk ke PTS. Di PTS pun masih melalui tingkatan – tingkatan. Bagi PTS yang sudah PUNYA NAMA akan dipilih oleh para lulusan SMU yang masih cukup berkualitas. Sisanya lagi masuk ke PTS yang tingkatannya lebih rendah lagi.
Nah TRAGISnya, para mahasiswa yang tinggal sisa-sisa ini, diperlukan EKSTRA SABAR untuk mengajarnya, karena memiliki kemampuan yang terbatas (dibawah rata-rata).
Disisi lain untuk memenuhi KUOTA, PTS juga berusaha untuk MENAHAN mahasiswanya agar tetap studi di PTS tersebut.
Meskipun SDM Pengajarnya HEBAT-HEBAT bahkan mungkin lebih HEBAT dari tenaga Pengajar PTN, dan lebih rajin memberi perkuliahan dibanding PTN, menjadi tidak ada artinya, jika yang diajar kualitasnya dibawah rata-rata. Tenaga Pengajar harus banyak MENGALAH, dengan menurunkan IDEALISME nya dan yang sangat TRAGIS jika harus seperti mengajar anak TK tadi…………..
Dari apa yang saya kemukakan diatas, maka ada beberapa hal yang bisa ditarik BENANG MERAH antara KELUARAN PT yang SIAP LATIH atau SIAP BERKARYA (Karena kalau istilahnya BEKERJA, konotasinya KURANG KOMPETEN, tetapi kalau BERKARYA rasanya lebih dan dituntut KOMPETENSInya) sbb :
UW 07.
1. Dinegara kita masih lebih mendahulukan IJASAH atau TANDA FORMA LITAS dibanding KOMPETENSI dari seseorang
Tanda tersebut memang diperlukan, tetapi sebetulnya lebih sekedar untuk
persyaratan ADMINISTRASI saja. Yang lebih penting sebetulnya adalah
KOMPETENSI dari masing-masing personil tersebut Bisa jadi kalau saya
sebagai PERSONALIA akan lebih memilih yang KOMPETEN dibanding secarik kertas ijasah.
2. Dinegara kita, kalau sudah lulusan LN akan lebih dihargai dibanding lulusan LOKAL.(Seperti orang yang kehilangan kepercayaan diri)
Kembali pada KOMPETENSI dan sekedar formalitas. Meskipun lulusan LN tapi kalau tidak pernah dicoba dan dipraktekan yang namanya ilmu, hampir seperti BAHASA. Jika tidak dipraktekkan akhirnya ya MUBASIR, dan sangat mungkin seorang TUKANG BATU lebih menguasai LAPANGAN dibanding ARSITEKnya.Makanya dalam sejarahnyapun yang disebut ARSITEK jaman dulu adalah TUKANG BATU. Dia bahkan sangat menguasai DETAIL dari elemen bangunan. Tahu karakter bahan, bagaimana memperlakukan dengan benar. Untuk struktur dlsb nya.
3. Dinegara maju, sesorang belajar sesuatu bukan karena sertifikat atau
ijasah, tetapi lebih pada ilmu pengetahuan yang ingin didapat. Setahun
kadang mereka bisa mengambil SHORT COURSE untuk berbagai macam
ilmu yang sangat ingin mereka ketahui. Usia, bagi mereka tidak menjadi
kendala. Ada kerabat di Belanda setingkat GURU BESAR yang usianya
sudah delapn puluh tahunan masih mau belajar dan kursus apa saja yang
dianggapnya penting untuk menambah pengetahuannya.
4. Dinegara kita masih ada yang KAKU. Kalau S1 dibidang Arsitektur, yang
dianggap kompeten ya harus mengambil bidang yang sama juga.
Menurutku pribadi, Toh bidang Arsitektur itu akan melibatkan pula
berbagai bidang ilmu, Jadi apa salahnya, jika S1 (Bidang Dasarnya
Arsitektur) kemudian kita memperdalam bidang lain, misalnya manajemen
yang masih dikaitkan bidang Arsitektur? Toh kalau sudah memiliki dasar,
bisa kita dalami dengan AUTODIODAK? Semua mestinya tergantung
dari kebutuhan.
5. Perlu digaris bawahi, mestinya kita memang harus tahu membedakan antara SEKOLAH KEJURUAN dan yang bukan. Karena pasti masing-masing akan menghasilkan PRODUK SDM yang berbeda. Setahu saya untuk Kejuruan termasuk yang tingkat Universitas (STTNAS misalnya) sudah lebih SIAP SAJI, sedang S1 memang masih diperlukan POLESAN Apalagi yang diluar bidang TEKNIK .
Kesimpulannya, PRAKTEK dan PENGALAMAN dilapangan, jauh lebih kompeten dibidangnya, dibanding sekedar TEORI –TEORI.
Makanya saya jika memberi kuliah pada para mahasiswa selalu saya garis bawahi tentang SERINGnya ada PERBEDAAN di TEORI dan dilapangan. Teori
Misalnya hitungan –hitungan lebih pada yang ideal, Misalnya diteori kebutuhan semen dalam adukan beton diperlukan sekian zak. Bisa jadi dilapangan lebih sedikit sudah kuat. Itu tadi tentunya berdasarkan PENGALAMAN yang lama, yang tidak mungkin diberikan dalam perkuliahan.
Meskipun demikian, saya berusaha sekuat tenaga untuk mengajarkan teori yang saya kombinasikan dengan pengalaman-pengalaman yang akan ditemui dilapangan..
Tapi sekali lagi semua kita kembalikan pada BAHAN BAKUnya (SDM) atau bahan dasarnya.
Sepintar-pintarnya kita mengajari sesorang, kalau SDM (BAHAN BAKUNYA) kualitasnya rendah, meskipun MULUT BERBUSA-BUSA ya PRODUKnya begitu – begitu saja.
Merubah sesorang menjadi yang KOMPETEN PANJANG jalannya. Tidak bisa hanya sekedar dibangku kuliah.
Masih ingat kan aya pernah kirim tentang PENDIDIKAN DINI?
Berikut juga saya kirimkan kembali.
Surabaya, 22 Januari 2007
Unik Wardhono
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Di KR 24 Jan 2009 hal 5, ada iklan dari UI tentang penerimaan mhs baru. UI tesnya 1 Maret, UGM padahal 5 April. UGM hanya mengadakan tes di 9 kota, UI di....35 kota..! Dan hebatnya lagi, di bbrp tempat, tempat pendaftarannya ada di... kantor Dinas Pendidikan setempat...!!! Kok bisa ya? Aneh...aneh... tapi... saya jadi lagi mhs UI je... Oooh :-(
BalasHapusItu masih antar PTN mas...lah nasibe PTS apa ga tambah MELAAAAAssssssssss.
BalasHapusSo far SELAMAT lho jadi mhs UI kapan selesai? Sukses