Rabu, 28 Januari 2009

PENDIDIKAN 2


Meskipun tulisan ini sudah aku tulis tahun 2004 yang lalu, harapan saya masih TETAP UP TO DATE

Sumonggo dan salam...


PENDIDIKAN


Kalau kita bicara KUE YANG SUDAH JADI. Maka akan lebih mudah membuat KUE baru, dibanding memperbaiki kue yang sudah terlanjur KEMANISAN ,KEASINAN, atau bahkan yang lebih fatal lagi KEGOSONGAN (gosong mungkin masih enak tapi kalau sudah terlalu gosong ya sudah sulit untuk dinikmati).
Demikian juga dengan PENDIDIKAN bagi siapa saja khususnya bagi manusia. Jika manusia itu sudah TERBENTUK ,baik fisik maupun mentalnya maka akan sulit merubahnya. Pendidikan yang saya maksudkan disini adalah pendidikan baik formal maupun non formal, baik dlingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah.
Pendidikan idealnya sudah dimulai sejak embrio didalam perut ibu terbentuk. Bahkan ada juga yang mengatakan, sejak akan diproduksi, yakni melalui ayah ibunya. Suami istri sebaiknya berdoa terlebih dulu jika berniat hendak mem"produksi" keturunan (maaf). Selanjutnya setelah calon bayi tadi mulai hidup dirahim ibu, maka khususnya siibu sudah harus mulai mendidik calon jabang bayi tersebut. Didalam kondisi kesehatan yang normal, maka siibu tidak boleh bermalas-malasan. Justru selain makan dan minum yang bergizi, ibu juga harus melakukan aktivitasnya seperti biasa (khususnya yang tidak membahayakan janin ). Banyak mendengarkan musik klasik (menurut penelitian musik klasik bisa mamacu kreativitas dan kecerdasan calon bayi dikandungan). Biasakan juga bahwa ibu tidak terlalu bermanja-manja, dan biasakan pula banyak menimba ilmu dan banyak membaca buku-buku yang bermanfaat, mendengarkan dan melihat hal-hal yang mendidik.

Meskipun pengetahuan tentang hal diatas terlambat saya ketahui, sehingga tidak sepenuhnya saya dan suami bisa mempraktekkan teori tadi, tapi Puji syukur kedua anak laki-laki saya sudah melampaui Tahap I . Yakni selesai didalam pendididkan SMU , SELALU NAIK KELAS dan LULUS . Meskipun tidak terlalu berprestasi (kadang-kadang masuk rangking 10 besar sekali lagi hanya kadang-kadang). PUJI SYUKUR pula nilainya pun jauh DIATAS nilai 4 (empat).
Bahkan yang sulung sudah berhasil menuntut S1 di Perguruan Tinggi Negeri yang cukup bermutu pula. Dan masuknya pun atas kerja kerasnya sendiri, tanpa melalui jalur-jalur khusus, PURE diterima secara HALAL atas bantuan dan karunia Tuhan.
Disini saya bukan bermaksud berpuas hati, BANGGA, TAKABUR, dan sejenisnya. Perjalanan belum selesai Tahap II III dst belum terlampaui. Disini saya lebih ingin mengungkapkan rasa syukur dan ingin berbagi pengalaman. Karena ada hal-hal yang agak LUCU yang pernah saya alami berkaitan dengan proses pendidikan kedua anak laki2 saya ini.
Semasa HAMIL anak saya yang pertama, saya sempat CUTI KULIAH satu tahun. Waktu itu saya lebih bersemangat untuk berbisnis (walau puji syukur suami mampu mencukupi semua kebutuhan saya). tapi semangat BISNIS saya kuat sekali. Saya kurang senang STUDY/KULIAH (waktu itu saya belum lulus S1). Bisnis BUTIK BATIK saya cukup maju. Bahkan langganan baju-baju sprei dll BATIK MODERN KREASI sendiri sampai ke Jepang dan luar Jawa.
Sedangkan waktu HAMIL anak saya yang kedua, (kebetulan PROSES PRODUKSI anak saya tersebut di Belanda dan waktu pulang ke Tanah Air usia kandungan saya masih 1 bulan). Saya sangat giat studi. Banyak menulis membaca buku dan mendisain. Bahkan saya berhasil menyelesaikan S1 saya dan di WISUDA pada saat kehamilan saya menginjak 9 bulan. Sehingga pada waktu menggunakan Toga, saya harus berbaju bodo (pakai sarung)

Lalu efeknya apa? Saya selalu tertawa sendiri jika memperhatikan hal ini. Anak pertama saya, nampaknya lebih cenderung senang BISNIS. Pikirannya ke bisnis melulu. Belajarnya seenaknya sendiri. Berkali-kali bilang kesaya sudah bosan kuliah dan pengin bisnis. Baca buku hanya kadang-kadang. (Ingat waktu saya hamil anak pertama lebih senang bisnis daripada sekolah)
Sedang adiknya, KUTU BUKU luar biasa. Setiap keluar bersama saya mintanya mampir ketoko buku. Dari KOMIK RINGAN sampai buku-buku pelajaran dan ilmu pengetahuan selalu dia beli. Senang menggambar dan computer. (Ingat waktu hamil anak kedua, saya rajin baca buku, menggambar, menulis dan meneruskan kuliah hingga selesai)

Dari pengalaman saya tersebut, sedikit dapat saya simpulkan, bahwa pendidikan sudah harus dimulai SEJAK ANAK DIDALAM KANDUNGAN Peran orangtua memang cukup besar. Karena disini sinergi antara suami dan istri sangat berpengaruh. Suami harus senantiasa membesarkan hati istri, memotivasi, memberikan semangat dan BUKAN MEMANJAKAN. Hindarkan istri menjadi mudah marah, malas, dan seterusnya. Semua kan berpengaruh terhadap anak yang ada dalam kandungan .
Ada pendapat yang agak lain tentang pendidikan anak ini:
Saya pernah membaca (lupa judul buku dan pengarangnya). Dikatakan disitu bahwa anak lahir masih putih. Hingga usia 7 tahun pertama, lingkunganlah yang akan membentuk kecerdasan dan kepribadian anak tersebut, dan akan menjadi FONDASI bagi kehidupannya seterusnya. Oleh karenanya, bagi yang kedua orang tuanya sibuk diluar rumah dan anaknya dibawah asuhan babby sitter atau pembantu, Maka seringkali tanpa sepengetahuan orangtua, anak dididik menjadi penakut oleh misalnya baby sitter atau pembantu. (misalnya : hayo kalau tidak mau makan nanti disuntik pak dokter lho.. disini anak menjadi takut sama dokter yang akan dibawa sianak sampai dewasa bahkan bisa sampai seumur hidupnya.dll dll ). Demikian juga jika diasuh oleh nenek atau kakeknya. Anak akan cenderung menjadi ADIGANG ADIGUNG ADIGUNO. Hal ini disebabkan karena kebanyakan dari kakek dan neneknya over didalam memanjakan cucu2nya.

Tidak jarang saya menemui mahasiswa saya yang rasanya sudah saya terangkan sejelas-jelasnya (menurut saya) dan senantiasa saya berikhtiar untuk menyampaikan materi dengan sesederhana-sederhananya, sambil saya jelaskan pula kegunaan nantinya dilapangan, tapi selalu saja mereka tidak bisa mangerti. Kadang saya frustrasi juga. Bahkan sering saya mendapati kuliah saya hanya dihadiri oleh hanya seorang murid, dan biasanya murid ini “lebih” dari yang lainnya. Dan iklan rokok Sampoerna yang menceriterakan tentang seorang dosen yang menjelaskan muridnya, dimana meskipun merasa belum paham tetapi tak satupun dari muridnya yang berani bertanya, itu juga terjadi pada saya. Meskipun saya sudah senantiasa memberikan kesempatan mahasiswa bertanya, tetapi jarang yang mau atau berani bertanya.
Kalau saya kembali sadar, bahwa sebelum menjadi mahasiswa saya mereka sudah melalui proses pendidikan yang cukup panjang, ibaratnya saya sudah menghadapi kue yang sudah jadi, maka saya akan mengalah. Saya lebih menurunkan kualitas dan idealisme saya. Saya harus menghadapi suatu kenyataan (realitas) yang ada. Untuk apa ngotot. Tak akan ada manfaatnya. Itulah PIL PAHIT yang memang harus ditelan. Secanggih2nya kurikulum ataupun proses belajar mengajar, kalau KUE NYA sudah terlanjur seadanya, maka kita tinggal menghiasnya saja takutnya, kalau menggosoknya terlalu keras malah protol semua..
Dari seluruh apa yang saya contohkan diatas, maka dapat disimpulkan lebih mendasar lagi, bahwa pendidikan dalam hal ini anak manusia, hendaknya dimulai sejak didalam proses pembuatannya. Ini tentunya harus segera disosialisasikan oleh pemerintah kepada masyarakat kaum muda, dan benar-benar ditanamkan kesadaran bagi orangtua-orang tua muda agar mendapatkan penerus bangsa yang lebih cerdas dan bertata krama, berbudi luhur.
Bagi yang sudah terlanjur tidak melakukan itu, maka seseorang yang berperan sebagai “psikiater” bagi anak-anak memang sangat diperlukan. Perlu kesabaran, untuk meluruskan kembali yang sudah terlanjur bengkok. Orang tua menjadi ekstra melakukan pembimbingan. Dan itu sungguh sangat sulit dan perlu kesabaran dan “seni” yang tinggi.

Unik Wardhono, 07 Juni 04

Tidak ada komentar:

Posting Komentar