Tulisan ini juga sudah pernah saya kirimkan kepada Pengasuh disalah satu radio swasta di Surabaya yang aspiratif, responsif, akomodatif dan cepat menindak lanjuti untuk disalurkan pada saluran yang tepat (pada tahun 2005 yll)
KEYWORDS : komprehensif, (tidak sepotong-sepotong)integrated dan koordinatif. Mulai membuat aturan-aturan yang jelas, transparan, hukum benar-benar ditegakkan, konsisten, bertanggung jawab.
Ibarat manusia yang sudah dewasa (atau sudah renta?) kota Surabaya ”karakter” nya sudah terbentuk dan memang cukup kompleks untuk mengatur dan menatanya kembali. Kalau karakternya baik, tentunya tidak masalah. Sebaliknya kalau karakternya tidak karu2an menjadi sarat masalah. (Padahal mayoritas manusia yang sudah renta umumnya keras kepala,susah diatur, minta perhatian,minta dilayani dan seringkali kekanak-kanakan).
Kalau diibarkan kue, kota Surabaya ibarat kue tart yang sudah jadi, sudah dihias, bahkan sudah diiris siap untuk dibagikan. Sayangnya kue tart tadi rasanya tidak karuan, kemanisan atau kurang manis, bahkan mungkin ampek (baunya tidak sedap). Bagaimana cara memperbaikinya? Susah bukan?
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka semestinya daerah semakin leluasa didalam mengatur dan menentukan kebijakan didaerahnya. Bukan malah semakin kacau dan tumpang tindih. Tapi kenyataannya, justru kadang membuka masalah baru.
Lebih dari sepuluh tahun yang lalu didalam rapat dengan Bappeda Jatim (waktu itu saya berperan sebagai konsultan dan kontraktor yang sedang akan mendapatkan sebuah proyek dari Bappeda). Saya pernah mengusulkan. Usulan saya ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan bisa dikatakan cukup klasik. Yakni : Agar Pemkot, atau Pemprov mencoba mulai menata, menyusun, kota dengan komprehensif, (tidak sepotong-sepotong)integrated dan koordinatif. Mulai membuat aturan-aturan yang jelas, transparan, hukum benar-benar ditegakkan, konsisten, bertanggung jawab dan semuanya disosialisasikan sehingga dapat dimengerti oleh semua pihak terkait.
Karena jika ditelaah lebih jauh, segala akar permasalahan didalam suatu pemerintahan adalah pada penataan, aturan dan penegakan hukum yang semu, tumpang tindih, ngambang dan jauh dari konsisten dan bertanggung jawab. Segala sesuatu sifatnya lebih temporal. Menyala sesaat, padam kemudian.
Lebih baik prosesnya yang agak panjang, tetapi ”produk” yang dihasilkan cukup menjawab permasalahan, bukan menciptakan permasalahan baru.
Sayangnya, nampaknya waktu itu hanya satu dua saja yang merespons. Itupun sebatas pembicaraan.Pelaksanaannya? Jauh panggang dari api...........Jauh JUDUL dari ISI
Contoh kongkrit.: karena tidak ada koordinasi yang baik antar instansi, program penataan kota yang terkesan tumpang tindih, tidak dikelola dan direncanakan dengan komprehensif, menyeluruh dan terintegrasi, maka terjadilah :
Minggu pertama, sebuah jalan selesai diperbaiki, mulus, halus bak pipi putri muda cantik Bahkan jalan dilapisi dengan hot mix. Minggu berikutnya, jalan yang halus mulus tadi dicongkeli digali lagi.....ada perbaikan PDAM.... selesai perbaikan, galian ditutup lagi. Tidak dikembalikan seperti sediakala. Brenjol sana, brenjol sini. Jalan tadi ibarat muka yang berbenjol-benjol. Jauh dari mulus. Para pengendara sepeda motor dan mobil, bahkan sepeda onthel, rombong penjual sate atau yang lainnya yang melintas disitu banyak yang selip atau terjatuh . Minggu berikutnya, karena banyak memakan korban, jalan dimuluskan kembali. Hot mix lagi. Minggu berikutnya jalan yang sama digali lagi.....kali ini untuk perbaikan jaringan drainage. Begitu seterusnya........ Jalan tersebut bertahun-tahun tidak pernah ”betul”. Demikian juga dengan jalan-jalan yang lain. Kalau ditanya siapa yang bertanggung jawab? Masing-masing instansi saling lempar tanggung jawab.
Saran saya:
Bagaimana kalau dengan kondisi yang ada sekarang yang sudah ”terlanjur amburadul ” ini, mulai ditata kembali?
Jika sangat sulit karena harus melibatkan banyak pihak, maka untuk jangka pendek bisa dibuat satu proyek percontohan atau pilot project. Coba terapkan sistem koordinasi, penataan secara komprehensif, terintegrasi dengan hukum dan aturan yang konsisten.
Kuncinya sebetulnya yaitu tadi. komprehensif, terintegrasi dengan penegakan hukum dan aturan yang konsisten. Selama hal tersebut tidak dilakukan, selamanya kota ini akan tetap amburadul.
Karena kalau mau bicara impian-impian yang sifatnya membahas masalah FISIK, jauh lebih mudah, dibandingkan dengan menata atau memperbaiki manusianya untuk melakukan atau melaksanakan sistem yang saya sebutkan sebagai KUNCI PERMASALAHAN tersebut. komprehensif, koordinatif, terintegrasi dengan penegakan hukum dan aturan yang konsisten. (Perencanaan tidak sepotong-sepotong)
Karena bisa saja orang mengusulkan (fisik):
1. Coba itu pedagang kaki lima ditertibkan. Kembalikan hak pejalan kaki.
Fungsikan
kembali trotoir untuk pejalan kaki
2. Buat taman kota untuk paru-paru kota biar masyarakatnya sehat
3. Sediakan dong fasilitas transportasi kota yang baik, aman dan nyaman
supaya
bisa mengurangi polusi, dan kendaraan pribadi berkeliaran didalam kota
Bangun dong subway ala MRT di Singapore
4. Bangun dong itu halte-halte yang memadai seperti dinegara-negara maju
(Belanda, atau paling tidak seperti Singapore).
5. Buat itu kawasan sebagai tempat wisata alam. Dan pusat kota sebagai
wisata belanja
6. Galakkan kembali itu pasukan kuning, agar sampah tidak berkeliaran
kemana-mana
7. Buat sistem pembuangan sampah yang memadai
6. Dan masih banyak lagi.
Hal diatas dapat direalisasikan dengan baik dan benar, jika.... kembali lagi kunci tadi sudah dipergunakan......
Sebagai orang yang berlatar belakang dibidang Arsitektur , maka untuk merancang, rasanya bersama team (teman-teman seprofesi dan teman –teman yang terkait) akan lebih ”enteng” mengerjakan perencanaan dan perancangan ,kota, lingkungan, perumahan dan pemukiman, gedung dlsb jika sistem yang saya sebutkan diatas di”berlakukan”.Karena perencanaan dan perancangan betul-betul bisa terfokus, tanpa harus di”pusingkan” oleh hal-hal (administrasi yang simpang siur).
Selama ini perencanaan dan perancangan menjadi tidak maksimal, karena banyak diiricuhkan /diriwuki (Jw) oleh aturan-aturan yang tidak jelas, yang setiap detik berubah. Aturan memang boleh berubah, tetapi tentunya harus melalui tahapan, dan waktu yang jelas. Dan yang terpenting adanya sosialisasi yang intensif.
Surabaya, 2005-11-20
Unik Wardhono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar