Jumat, 30 Januari 2009

MEMANGKU JABATAN


MEMANGKU JABATAN

MEMANGKU dan MENDUDUKI menurutq KONOTASInya dan EFEKnya sungguh sangat jauh berbeda.

Memangku kesannya lebih POSITIF dan lebih menerima beban dan tanggung jawab kepada yang dipangku. Jika kita tidak hati-hati, maka yang dipangku justru bisa jatuh menjadi tidak nyaman, ketir-ketir alias was-was
Sebaliknya kalau kita menduduki sesuatu, apalagi kalau yang kita duduki terasa nyaman, maka kita pun KALAU SUDAH DUDUK LUPA BERDIRI….Jaman kolonial dulu…mereka menJAJAH juga dikatakan ingin MENDUDUKI Negara kita…..

Untuk itu, jika ingin jadi LEGESLATIF atau JABATAN ubahlah PARADIGMA MENDUDUKI jabatan dengan MEMANGKU JABATAN…

Insya Allah dengan merubah PARADIGMA MENDUDUKI menjadi MEMANGKU maka para PEJABAT dan LEGISLATIF akan menjadi LEBIH BERTANGGUNG JAWAB dengan apa yang diPANGKUNYA

Surabaya, 20 januari 2009
Uneg2 UNIEK
(pernah ditulis pada tahun 2003 dengan judul MENUJU SINGGASANA DEKAN)

KALI SURABAYA KAPAN NIH??


Kapan ya KALI-KALI DI di Indonesia bisa seKIMPLING ini?

Kalau di Surabaya bisa dimulai dari ROLAK...... Sepanjang kali Dinoyo (BAT)...baru kali-kali yang besar lainnya....

Kamis, 29 Januari 2009

PILKADAL JANGAN NGADALI MASYARAKAT


Tulisan ini sudah saya tulis 4 (empat tahun yang lalu) Kalau mau GE ER beberapa sudah diTINDAK LANJUTI...monggo

PILKADAL JANGAN NGADALI MASYARAKAT

Istilah yang secara tidak langsung mengandung kata KADAL mungkin memang sudah suratan.. Bisa jadi istilah tadi tepat juga sebagai peringatan bagi semua pihak yang terlibat didalam kepengurusan Pilkadal dan calon KADA nya sendiri agar tidak berusaha atau melakukan tindakan NGADALI masyarakat..

Didalam istilah Jawa Ngadali berarti ngapusi, mencederai atau mengingkari janji-janji yang sudah diucapkannya. Umumnya janji-janji yang disampaikan tersebut sifatnya hal-hal yang muluk-muluk atau kalau istilah Jawanya disebut NGGEDABRUS.. Kasihan masyarakat sekarang. Khususnya kaum miskin papa. Mereka sudah lama menderita. Penderitaan ini kalau dirunut tidak lain juga hasil, akibat, efek, atau produk dari DIKADALI.

Urutannya adalah : Pemerintah atau Oknum Pejabat Tinggi dirayu, dibutakan matanya dengan iming-iming “hadiah” material yang tidak “ternilai” harganya kembali lagi dari yang menamakan dirinya oknum Konglomerat. Oknum Konglomerat dengan dalih punya “USAHA” besar butuh modal, Modal akhirnya dapat dikeluarkan Pemerintah karena dipameri agunan yang “WAH” yang sebenanrnya juga NGADALI tadi (karena agunan yang dipamerkan sebenarnya fiktif semata) Selain itu, juga dijanjikan pembagian keuntungan antara oknum pejabat tinggi dengan oknum konglomerat dengan prosentase yang dirahasiakan (mereka saja yang tahu). Ibarat suami istri yang sedang berada dikamar yang tertutup. Hanya mereka sendiri yang tahu. Apa sedang bertengkar, bercinta, diam-diaman dan lain sebagainya

Lalu kejadian, modal dilarikan oleh oknum konglomerat dengan nilai trilyunan ke luar negeri. Oknum Pejabat yang sudah kadung dapat bagian blingsatan. Bingung nggak bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya. Akhirnya mengarang scenario dengan berbagai dalih agar terbebas dari hukuman gantung. Personil Hukum yang bisa dimintai tolong membebaskan tuduhan di ajak kompromi untuk NGADALI semua pihak terkait,.

Dan akhirnya masyarakat pula yang menerima dampak Kadal Mengkadal ini. Sehingga negara ini, menjadi negara yang sangat miskin. Perekonomian sangat jauh dari merata. Banyak yang dapat mengenyam hidup kaya, pendidikan tinggi dan mewah, tetapi jauh LEBIH BANYAK pula yang hidup dalam kemiskinan.

Untuk itulah dalam lingkup perkotaan ini, janganlah praktek kadal mengkadal ini disuburkan. Buatlah janji-janji yang sesuai dengan kondisi yang ada. Tidak perlu muluk-muluk asal dapat diujudkan dan dirasakan nyata oleh rakyat atau masyarakatnya. Marilah masyarakat diajak ikut serta terlibat dalam menentukan nasib kota/kabupaten ini. Didiklah, agar bisa menghadapi realita yang ada. Jika memang miskin, ajaklah untuk berhemat, bersama-sama bekerja keras ikut meningkatkan perekonomian. Meningkatkan SDM nya. Jika memang kaya, ajaklah “berpesta” dan tetap menjaga kekayaan tersebut.. Jangan diKADALI dengan hal-hal yang JAUH DARI KENYATAAN . Sejauh itu dilakukan dengan adil, bergandengan tangan, bahu membahu (tidak terjadi kesenjangan social yang lebar), pasti rakyat akan dengan LEGOWO mau menerimanya.

Buatlah rencana dan aturan yang jelas yang masuk akal. Baik rencana jangka pendek maupun rencana jangka panjang. Koordinasi yang baik dengan semua pihak terkait, terintegrasi dengan baik antar satu bidang dengan bidang yang lainnya. Buatlah iklim yang sehat, sinergi yang baik antara pemerintah, masyarakat dan semua pihak terkait.

Jaga dan susun pula istilah-istilah , kata-kata. ucapan-ucapan atau janji-janji dari calon KADA yang digembar-gemborkan yang menurut penulis seringkali terdengar dan terasa “KONYOL”. Misalnya “Kalau saya terpilih jadi KADA nanti, kaum miskin akan saya bebaskan dari biaya pendidikan” Seharusnya dijelaskan lebih bijak. Kriteria miskin itu yang mana, yang dimaksud biaya pendidikan itu yang mana. Karena masyarakat sekarang banyak yang merasa diKADALI dengan janji-janji tersebut. Bebas biaya pendidikan ternyata hanya bebas dari SPP. Uang buku, uang saku, uang transportasi, uang bayar ekstrakurikuler, uang seragam, termasuk sepatu dan lain sebagainya (yang kalau ditotal akan jauh lebih besar dari SPP) masih harus dibayar sendiri. Ibarat jauh JUDUL dari ISI nya..

Saya menjadi ingat akan satu ceritera dari suami saya yang waktu itu kunjungan kerja ke Taiwan. Melihat Taiwan yang sekarang ini sudah maju dan nampak makmur. Suami saya bertanya pada salah satu pejabat Tinggi pemerintahan disitu. :Wah tentunya dengan kondisi negara anda yang makmur begini anda menerima gaji yang sangat tinggi ya?” Jawab Petinggi Taiwan tadi : “Tidak salah. Benar sekali.” “Tapi perlu dicatat. Saya menerima gaji tinggi pada saat negara saya perekonomiannya sudah bagus. Waktu perekonomian ini masih memprihatinkan, gaji sayapun juga menyesuaikan.”

Alangkah indahnya jika hal tersebut juga diterapkan di negeri ini, dikota/didaerah di Indonesia negeri tercinta ini. Bukan justru seperti oknum legislative yang hampir setiap hari menghiasi Koran-koran dan media lain untuk meminta kenaikan gaji yang tidak tanggung-tanggung besarnya, yang sangat tidak proporsional dengan kondisi kota/daerahnya

Surabaya, 04 April 2005

Uniek Wardhono

Rabu, 28 Januari 2009

PENDIDIKAN 2


Meskipun tulisan ini sudah aku tulis tahun 2004 yang lalu, harapan saya masih TETAP UP TO DATE

Sumonggo dan salam...


PENDIDIKAN


Kalau kita bicara KUE YANG SUDAH JADI. Maka akan lebih mudah membuat KUE baru, dibanding memperbaiki kue yang sudah terlanjur KEMANISAN ,KEASINAN, atau bahkan yang lebih fatal lagi KEGOSONGAN (gosong mungkin masih enak tapi kalau sudah terlalu gosong ya sudah sulit untuk dinikmati).
Demikian juga dengan PENDIDIKAN bagi siapa saja khususnya bagi manusia. Jika manusia itu sudah TERBENTUK ,baik fisik maupun mentalnya maka akan sulit merubahnya. Pendidikan yang saya maksudkan disini adalah pendidikan baik formal maupun non formal, baik dlingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah.
Pendidikan idealnya sudah dimulai sejak embrio didalam perut ibu terbentuk. Bahkan ada juga yang mengatakan, sejak akan diproduksi, yakni melalui ayah ibunya. Suami istri sebaiknya berdoa terlebih dulu jika berniat hendak mem"produksi" keturunan (maaf). Selanjutnya setelah calon bayi tadi mulai hidup dirahim ibu, maka khususnya siibu sudah harus mulai mendidik calon jabang bayi tersebut. Didalam kondisi kesehatan yang normal, maka siibu tidak boleh bermalas-malasan. Justru selain makan dan minum yang bergizi, ibu juga harus melakukan aktivitasnya seperti biasa (khususnya yang tidak membahayakan janin ). Banyak mendengarkan musik klasik (menurut penelitian musik klasik bisa mamacu kreativitas dan kecerdasan calon bayi dikandungan). Biasakan juga bahwa ibu tidak terlalu bermanja-manja, dan biasakan pula banyak menimba ilmu dan banyak membaca buku-buku yang bermanfaat, mendengarkan dan melihat hal-hal yang mendidik.

Meskipun pengetahuan tentang hal diatas terlambat saya ketahui, sehingga tidak sepenuhnya saya dan suami bisa mempraktekkan teori tadi, tapi Puji syukur kedua anak laki-laki saya sudah melampaui Tahap I . Yakni selesai didalam pendididkan SMU , SELALU NAIK KELAS dan LULUS . Meskipun tidak terlalu berprestasi (kadang-kadang masuk rangking 10 besar sekali lagi hanya kadang-kadang). PUJI SYUKUR pula nilainya pun jauh DIATAS nilai 4 (empat).
Bahkan yang sulung sudah berhasil menuntut S1 di Perguruan Tinggi Negeri yang cukup bermutu pula. Dan masuknya pun atas kerja kerasnya sendiri, tanpa melalui jalur-jalur khusus, PURE diterima secara HALAL atas bantuan dan karunia Tuhan.
Disini saya bukan bermaksud berpuas hati, BANGGA, TAKABUR, dan sejenisnya. Perjalanan belum selesai Tahap II III dst belum terlampaui. Disini saya lebih ingin mengungkapkan rasa syukur dan ingin berbagi pengalaman. Karena ada hal-hal yang agak LUCU yang pernah saya alami berkaitan dengan proses pendidikan kedua anak laki2 saya ini.
Semasa HAMIL anak saya yang pertama, saya sempat CUTI KULIAH satu tahun. Waktu itu saya lebih bersemangat untuk berbisnis (walau puji syukur suami mampu mencukupi semua kebutuhan saya). tapi semangat BISNIS saya kuat sekali. Saya kurang senang STUDY/KULIAH (waktu itu saya belum lulus S1). Bisnis BUTIK BATIK saya cukup maju. Bahkan langganan baju-baju sprei dll BATIK MODERN KREASI sendiri sampai ke Jepang dan luar Jawa.
Sedangkan waktu HAMIL anak saya yang kedua, (kebetulan PROSES PRODUKSI anak saya tersebut di Belanda dan waktu pulang ke Tanah Air usia kandungan saya masih 1 bulan). Saya sangat giat studi. Banyak menulis membaca buku dan mendisain. Bahkan saya berhasil menyelesaikan S1 saya dan di WISUDA pada saat kehamilan saya menginjak 9 bulan. Sehingga pada waktu menggunakan Toga, saya harus berbaju bodo (pakai sarung)

Lalu efeknya apa? Saya selalu tertawa sendiri jika memperhatikan hal ini. Anak pertama saya, nampaknya lebih cenderung senang BISNIS. Pikirannya ke bisnis melulu. Belajarnya seenaknya sendiri. Berkali-kali bilang kesaya sudah bosan kuliah dan pengin bisnis. Baca buku hanya kadang-kadang. (Ingat waktu saya hamil anak pertama lebih senang bisnis daripada sekolah)
Sedang adiknya, KUTU BUKU luar biasa. Setiap keluar bersama saya mintanya mampir ketoko buku. Dari KOMIK RINGAN sampai buku-buku pelajaran dan ilmu pengetahuan selalu dia beli. Senang menggambar dan computer. (Ingat waktu hamil anak kedua, saya rajin baca buku, menggambar, menulis dan meneruskan kuliah hingga selesai)

Dari pengalaman saya tersebut, sedikit dapat saya simpulkan, bahwa pendidikan sudah harus dimulai SEJAK ANAK DIDALAM KANDUNGAN Peran orangtua memang cukup besar. Karena disini sinergi antara suami dan istri sangat berpengaruh. Suami harus senantiasa membesarkan hati istri, memotivasi, memberikan semangat dan BUKAN MEMANJAKAN. Hindarkan istri menjadi mudah marah, malas, dan seterusnya. Semua kan berpengaruh terhadap anak yang ada dalam kandungan .
Ada pendapat yang agak lain tentang pendidikan anak ini:
Saya pernah membaca (lupa judul buku dan pengarangnya). Dikatakan disitu bahwa anak lahir masih putih. Hingga usia 7 tahun pertama, lingkunganlah yang akan membentuk kecerdasan dan kepribadian anak tersebut, dan akan menjadi FONDASI bagi kehidupannya seterusnya. Oleh karenanya, bagi yang kedua orang tuanya sibuk diluar rumah dan anaknya dibawah asuhan babby sitter atau pembantu, Maka seringkali tanpa sepengetahuan orangtua, anak dididik menjadi penakut oleh misalnya baby sitter atau pembantu. (misalnya : hayo kalau tidak mau makan nanti disuntik pak dokter lho.. disini anak menjadi takut sama dokter yang akan dibawa sianak sampai dewasa bahkan bisa sampai seumur hidupnya.dll dll ). Demikian juga jika diasuh oleh nenek atau kakeknya. Anak akan cenderung menjadi ADIGANG ADIGUNG ADIGUNO. Hal ini disebabkan karena kebanyakan dari kakek dan neneknya over didalam memanjakan cucu2nya.

Tidak jarang saya menemui mahasiswa saya yang rasanya sudah saya terangkan sejelas-jelasnya (menurut saya) dan senantiasa saya berikhtiar untuk menyampaikan materi dengan sesederhana-sederhananya, sambil saya jelaskan pula kegunaan nantinya dilapangan, tapi selalu saja mereka tidak bisa mangerti. Kadang saya frustrasi juga. Bahkan sering saya mendapati kuliah saya hanya dihadiri oleh hanya seorang murid, dan biasanya murid ini “lebih” dari yang lainnya. Dan iklan rokok Sampoerna yang menceriterakan tentang seorang dosen yang menjelaskan muridnya, dimana meskipun merasa belum paham tetapi tak satupun dari muridnya yang berani bertanya, itu juga terjadi pada saya. Meskipun saya sudah senantiasa memberikan kesempatan mahasiswa bertanya, tetapi jarang yang mau atau berani bertanya.
Kalau saya kembali sadar, bahwa sebelum menjadi mahasiswa saya mereka sudah melalui proses pendidikan yang cukup panjang, ibaratnya saya sudah menghadapi kue yang sudah jadi, maka saya akan mengalah. Saya lebih menurunkan kualitas dan idealisme saya. Saya harus menghadapi suatu kenyataan (realitas) yang ada. Untuk apa ngotot. Tak akan ada manfaatnya. Itulah PIL PAHIT yang memang harus ditelan. Secanggih2nya kurikulum ataupun proses belajar mengajar, kalau KUE NYA sudah terlanjur seadanya, maka kita tinggal menghiasnya saja takutnya, kalau menggosoknya terlalu keras malah protol semua..
Dari seluruh apa yang saya contohkan diatas, maka dapat disimpulkan lebih mendasar lagi, bahwa pendidikan dalam hal ini anak manusia, hendaknya dimulai sejak didalam proses pembuatannya. Ini tentunya harus segera disosialisasikan oleh pemerintah kepada masyarakat kaum muda, dan benar-benar ditanamkan kesadaran bagi orangtua-orang tua muda agar mendapatkan penerus bangsa yang lebih cerdas dan bertata krama, berbudi luhur.
Bagi yang sudah terlanjur tidak melakukan itu, maka seseorang yang berperan sebagai “psikiater” bagi anak-anak memang sangat diperlukan. Perlu kesabaran, untuk meluruskan kembali yang sudah terlanjur bengkok. Orang tua menjadi ekstra melakukan pembimbingan. Dan itu sungguh sangat sulit dan perlu kesabaran dan “seni” yang tinggi.

Unik Wardhono, 07 Juni 04

Sabtu, 24 Januari 2009

SYUKUR dan JAWA

UNTUNG dan orang JAWA

Suatu ketika, saya menjenguk teman yang terkena musibah, karena kecelakaan,hingga sebelah kakinya patah. Tidak seperti biasanya. Waktu kejadian,dia dibonceng teman nya,sepulang dari kondangan karena tidak membawa mobil.Anaknya yang masih balita bersama istrinya naik kendaraan umum.Istrinya orang Kalimantan, sedang teman saya orang dari Purwakarta.
Saat saya menjenguk teman saya tersebut di Rumah Sakit, istrinya yang nampak bersahaja dengan jilbabnya itu sedang berada disisi ranjang nya.”Bagaimana keadaannya? Sudah baik kan?” Tanya saya. ”Sudah bu.... UNTUNGNYA enggak sampai gegar otak” Jawab istri teman saya. ”Ha..ha orang JAWA........ wong sudah kecelakaan begini masih bilang untung ya bu?” imbuh istri teman saya tadi.
Sayapun menjawab pelan.”Kata UNTUNG itu kan salah satu ujud rasa syukur kan bu?” ”Bu.... saya pikir, sebagai umat yang TAAT pada Tuhannya, tentunya apapun peristiwa yang kita hadapi, keadaan yang kita alami, sejauh kita sudah berusaha dan berikhtiar, maka kita patut SENANTIASA MENSYUKURINYA bukan?.” Jadi, menurut saya, tidak hanya untuk orang Jawa saja istilah UNTUNG tadi seharusnya diucapkan.””Karena disebalik peristiwa yang kita alami pastilah ada HIKMAHnya dan Tuhan pasti punya mau.”
Teman saya dan istrinya nampak tertegun dengan ucapan saya tersebut. Buru-buru teman saya menimpalinya ”Benar ..benar sekali bu.... saya sangat setuju...” ”untung juga... anak saya yang semula mau ikut dibonceng tidak jadi... coba kalau dia ikutan saya dibonceng...””Tuhan masih melindungi”.. ”Sedang untuk saya pribadi, mungkin Tuhan berkehendak bahwa saya harus semakin berhati-hati, disamping saya harus istirahat sementara dari kesibukan dan juga semakin dimanja istri”.......... ha....ha..” Sayapun sedikit teharu mendengar penjelasannya. Karena dalam kondisi seperti itu, nampaknya teman saya masih bisa tertawa lepas..... Semoga omongan saya tadi telah membukakan hati dan menjernihkan pikirannya, sehingga rasa SYUKUR tadi bukan karena dia orang JAWA, tetapi lebih karena dia adalah salah satu umat yang TAAT pada Tuhannya. Demikian pula saya. Karena setiap saya mengingatkan sesuatu pada orang lain, sebenarnya itu juga untuk mengingatkan pada diri saya sendiri. SYUKUR KEPADA TUHAN, setiap detik, bahkan setiap tarikan nafas kita.........patut kita bisikkan....BERUNTUNGLAH saya.... dengan segala KARUNIA NYA.....

Surabaya, Agustus 2005
Uniek Wardhono

Jumat, 23 Januari 2009

PENDIDIKAN 1

Suatu ketika didalam suatu rapat dikampus, membahas tentang bagaimana membuat strategi kelulusan para mahasiswa menjadi lebih baik. Ketua Rapat mengatakan bahwa para pengajar hendaknya lebih mengikuti akan POTENSI dari masing-masing mahasiswa.
Jadi sifatnya seolah-olah PENGGALIAN BAKAT (sentuhan personil).Misalnya jika mahasiswa A punya kelebihan dibidang social ya kita arahkan kesana, untuk mahasiswa B yang bakatnya atau menonjol dibidang disain kita arahkan kesana dst.
Sayapun menanggapi dengan mengatakan : “Kalau caranya seperti itu, apa tidak seperti TK? Alias Taman Kanak-Kanak. Menggali POTENSI ANAK?”
Mestinya kan kita tetapkan dulu PATOKAN – PATOKAN (sesuai KURIKULUM SILABUS) yang harus dipenuhi untuk para mahasiswa jika ingin lulus dari jurusan tersebut. Jika sekiranya TIDAK MAMPU, (sudah dicoba ternyata kesulitan untuk mengikuti) ya lebih baik mahasiswa tersebut mengundurkan diri.

Tapi DELEMA memang. Khususnya bagi Perguruan Tinggi Swasta Bagaimana tidak? Dengan PERATURAN dari DIKTI yang membolehkan PTN membuka WARUNGnya seluas-luasnya, dengan MENU sebanyak-banyaknya, WAKTU sebebas-bebasnya, dan SEGMEN yang mengglobal, dengan DALIH OTONOMI KAMPUS (Kampus harus mencari “NAFKAH” sendiri).
Maka LAHAN PTS menjadi semakin TERGUSUR.

Jika PTN lebih leluasa dalam memilih/menyaring untuk kemudian menetapkan para mahasiswanya yang RELATIF mayoritas para lulusan SMU dan sederajad dan masih ngeFANS untuk lebih memilih PTN dibanding PTS (kalau boleh memilih). Maka tidak mengherankan jika yang terjaring masuk PTN mayoritas adalah para lulusan SMU dan sederajad yang pada dasarnya sudah berKUALITAS (bernilai tinggi)

Sisanya yang tidak diterima di PTN mayoritas akan masuk ke PTS. Di PTS pun masih melalui tingkatan – tingkatan. Bagi PTS yang sudah PUNYA NAMA akan dipilih oleh para lulusan SMU yang masih cukup berkualitas. Sisanya lagi masuk ke PTS yang tingkatannya lebih rendah lagi.
Nah TRAGISnya, para mahasiswa yang tinggal sisa-sisa ini, diperlukan EKSTRA SABAR untuk mengajarnya, karena memiliki kemampuan yang terbatas (dibawah rata-rata).
Disisi lain untuk memenuhi KUOTA, PTS juga berusaha untuk MENAHAN mahasiswanya agar tetap studi di PTS tersebut.
Meskipun SDM Pengajarnya HEBAT-HEBAT bahkan mungkin lebih HEBAT dari tenaga Pengajar PTN, dan lebih rajin memberi perkuliahan dibanding PTN, menjadi tidak ada artinya, jika yang diajar kualitasnya dibawah rata-rata. Tenaga Pengajar harus banyak MENGALAH, dengan menurunkan IDEALISME nya dan yang sangat TRAGIS jika harus seperti mengajar anak TK tadi…………..

Dari apa yang saya kemukakan diatas, maka ada beberapa hal yang bisa ditarik BENANG MERAH antara KELUARAN PT yang SIAP LATIH atau SIAP BERKARYA (Karena kalau istilahnya BEKERJA, konotasinya KURANG KOMPETEN, tetapi kalau BERKARYA rasanya lebih dan dituntut KOMPETENSInya) sbb :
UW 07.
1. Dinegara kita masih lebih mendahulukan IJASAH atau TANDA FORMA LITAS dibanding KOMPETENSI dari seseorang
Tanda tersebut memang diperlukan, tetapi sebetulnya lebih sekedar untuk
persyaratan ADMINISTRASI saja. Yang lebih penting sebetulnya adalah
KOMPETENSI dari masing-masing personil tersebut Bisa jadi kalau saya
sebagai PERSONALIA akan lebih memilih yang KOMPETEN dibanding secarik kertas ijasah.
2. Dinegara kita, kalau sudah lulusan LN akan lebih dihargai dibanding lulusan LOKAL.(Seperti orang yang kehilangan kepercayaan diri)
Kembali pada KOMPETENSI dan sekedar formalitas. Meskipun lulusan LN tapi kalau tidak pernah dicoba dan dipraktekan yang namanya ilmu, hampir seperti BAHASA. Jika tidak dipraktekkan akhirnya ya MUBASIR, dan sangat mungkin seorang TUKANG BATU lebih menguasai LAPANGAN dibanding ARSITEKnya.Makanya dalam sejarahnyapun yang disebut ARSITEK jaman dulu adalah TUKANG BATU. Dia bahkan sangat menguasai DETAIL dari elemen bangunan. Tahu karakter bahan, bagaimana memperlakukan dengan benar. Untuk struktur dlsb nya.
3. Dinegara maju, sesorang belajar sesuatu bukan karena sertifikat atau
ijasah, tetapi lebih pada ilmu pengetahuan yang ingin didapat. Setahun
kadang mereka bisa mengambil SHORT COURSE untuk berbagai macam
ilmu yang sangat ingin mereka ketahui. Usia, bagi mereka tidak menjadi
kendala. Ada kerabat di Belanda setingkat GURU BESAR yang usianya
sudah delapn puluh tahunan masih mau belajar dan kursus apa saja yang
dianggapnya penting untuk menambah pengetahuannya.
4. Dinegara kita masih ada yang KAKU. Kalau S1 dibidang Arsitektur, yang
dianggap kompeten ya harus mengambil bidang yang sama juga.
Menurutku pribadi, Toh bidang Arsitektur itu akan melibatkan pula
berbagai bidang ilmu, Jadi apa salahnya, jika S1 (Bidang Dasarnya
Arsitektur) kemudian kita memperdalam bidang lain, misalnya manajemen
yang masih dikaitkan bidang Arsitektur? Toh kalau sudah memiliki dasar,
bisa kita dalami dengan AUTODIODAK? Semua mestinya tergantung
dari kebutuhan.
5. Perlu digaris bawahi, mestinya kita memang harus tahu membedakan antara SEKOLAH KEJURUAN dan yang bukan. Karena pasti masing-masing akan menghasilkan PRODUK SDM yang berbeda. Setahu saya untuk Kejuruan termasuk yang tingkat Universitas (STTNAS misalnya) sudah lebih SIAP SAJI, sedang S1 memang masih diperlukan POLESAN Apalagi yang diluar bidang TEKNIK .

Kesimpulannya, PRAKTEK dan PENGALAMAN dilapangan, jauh lebih kompeten dibidangnya, dibanding sekedar TEORI –TEORI.
Makanya saya jika memberi kuliah pada para mahasiswa selalu saya garis bawahi tentang SERINGnya ada PERBEDAAN di TEORI dan dilapangan. Teori

Misalnya hitungan –hitungan lebih pada yang ideal, Misalnya diteori kebutuhan semen dalam adukan beton diperlukan sekian zak. Bisa jadi dilapangan lebih sedikit sudah kuat. Itu tadi tentunya berdasarkan PENGALAMAN yang lama, yang tidak mungkin diberikan dalam perkuliahan.

Meskipun demikian, saya berusaha sekuat tenaga untuk mengajarkan teori yang saya kombinasikan dengan pengalaman-pengalaman yang akan ditemui dilapangan..

Tapi sekali lagi semua kita kembalikan pada BAHAN BAKUnya (SDM) atau bahan dasarnya.
Sepintar-pintarnya kita mengajari sesorang, kalau SDM (BAHAN BAKUNYA) kualitasnya rendah, meskipun MULUT BERBUSA-BUSA ya PRODUKnya begitu – begitu saja.

Merubah sesorang menjadi yang KOMPETEN PANJANG jalannya. Tidak bisa hanya sekedar dibangku kuliah.

Masih ingat kan aya pernah kirim tentang PENDIDIKAN DINI?
Berikut juga saya kirimkan kembali.



Surabaya, 22 Januari 2007
Unik Wardhono

Jumat, 16 Januari 2009

PERAN PENDAMPING UNTUK PROFESI

PERANAN PENDAMPING HIDUP DIBALIK
KARIER ISTRI ATAU SUAMI.

Setelah menjalani pernikahan, manusia berstatus mempunyai istri atau suami yang akan mendampingi hidupnya. Pola tatanan hidup masing-masing pribadi baik siistri ataupun suami sedikit banyak pasti akan mengalami adaptasi. Saling menyesuaikan diri satu dengan yang lain. Dua pribadi dengan dua latar belakang keluarga yang berbeda, tentunya akan menjadikan dua keadaan yang berusaha dikawinkan. Adaptasi atau penyesuaian ini, ada yang lama, ada yang sebentar. Ada yang bisa menjalani, tapi tidak jarang ada perkawinan yang hanya seumur jagung, Yang disebabkan karena tidak klopnya atau gagalnya didalam menjalani proses panjang adaptasi. Dan senyampang perubahan waktu dan kehidupan, maka penyesuaian bagi kehidupan pasangan suami istri tidak akan pernah berhenti sepanjang hidupnya. Yang mau tidak mau harus dijalani jika masih ingin bersatu.
Pendamping hidup sangatlah berperan didalam berbagai hal. Dan kali ini yang ingin saya soroti adalah peranan didalam menunjang karier dari masing-masing pasangannya.
Betapa para istri pegawai negeri sipil maupun militer , apalagi jamannya Orde Baru, sangatlah menunjang karier suami. Seorang istri pegawai negeri sipil atau militer , yang tidak aktif diorganisasi dikantor suaminya, meski sisuami cakap atau berpotensi sekalipun, akan sulit naik pangkat atau jabatan. Sebaliknya, meskipun suami kecakapan atau kepandaiannya pas-pasan, tetapi kalau siistri aktif diorganisasi dan pandai mengambil hati istri atasannya,maka suamipun akan mudah naik pangkat atau jabatan.
Kalau kita mencoba tengok kebelakang. Betapa almarhumah Hartinah sangat berperan dibalik karier suaminya yang presiden Soeharto waktu itu. Bukan rahasia umum kalau banyak selentingan yang mengatakan bahwa banyak keputusan-keputusan Soeharto yang keluar karena bisikan istri. Demikian pula mantan presiden Amerika Serikat Clinton. Media banyak membuka tabir rahasia mereka, bahwa sebenarnya Hillary lah yang sangat berperan akan keberhasilan dari mengantarkan suaminya naik ketahta presiden hingga mengambil keputusan-keputusan penting setelah menjadi presiden. Presiden Megawati tidak lepas dari peran besar sang suami Taufik Kiemas. Status Akbar Tanjung yang sampai saat ini banyak dipertanyakan orang sehubungan dengan dakwaan kasus korupsi. Ke “bebasan”nya pun banyak yang menengarai tidak lepas dari peran Nina sang istri. Dan masih banyak contoh-contoh lain, baik itu dari kalangan petinggi hingga kalangan bawah, dari kalangan selebritis sampai kalangan orang biasa, yang kalau diungkapkan akan menjadi barisan yang sangat panjang.
Seperti pedagang pasar di Yogya dan Solo jaman dulu dan bahkan sampai sekarangpun mungkin masih terjadi. Para suami mensupport istrinya yang pedagang pasar. Setiap pagi para suami memboncengkan istrinya dengan sepeda ontel kepasar untuk berdagang. Entah dagang kain batik, lurik, kain mori, sayuran dan lain sebagainya. Sisuami hanya mengantar, untuk kemudian pada sore hari menjemput kembali. Para suami ini, setelah mengantar istrinya, biasanya sesampai dirumah, merawat peliharaannya, yakni burung. perkutut dan sejenisnya. Memberi makan minum burung-burungnya, mengerek keatas tiang, kemudian dipetiti (Jw). Sambil bersiul-siul. Masing-masing, baik suami maupun istri dapat menerima, dan menjalani kehidupan seperti itu tanpa adanya protes satu dengan yang lainnya. Keberhasilan atau kesuksesan istri dalam berdagang, sehingga hidupnya menjadi serba berkecukupan bahkan sampai menjadi kaya raya, itu juga atas dukungan/support suami. Suami tidak merasa nelongso, tidak merasa rendah, meskipun statusnya hanya mengantar istri. Karena suami tidak pernah direndahkan istri, dan suami juga merasa bahwa andilnya cukup besar terhadap keberhasilan istrinya. Suami merasa bahwa dia telah memberikan support dengan mengantar dan bisa diajak mendiskusikan kalau ada permasalahan.Suami bisa berperan ganda, yakni dapat “ngentheng2 i” atau meringankan beban pikiran istri dengan menjadi penasehat dikala istri memerlukan.
Dan sekarangpun, kalau kita perhatikan, di Indonesia banyak suami yang “ternak teri” ngantar anak ngantar istri. Meskipun dua-duanya (suami istri kerja) atau siistri saja yang kerja, sedang suami entah sudah pensiun, di PHK atau dasarnya nggak mau kerja.
Disini saya hanya ingin memberikan gambaran bahwa betapa berperannya pendamping hidup bagi kelangsungan/kesuksesan, atau bahkan kegagalan karier pasangannya. Karena didalam “undang-undang Tuhan” ada menyebutkan bahwa wanita tidak wajib menafkahi (dalam hal ini sandang pangan dan papan) kepada pasangannya. Dan sebaliknya, suami berkewajiban, melindungi, menjadi pemimpin bagi keluarganya, (istri dan anak-anaknya), memberikan nafkah lahir (sandang, pangan dan papan) dan bathin (ilmu pengetahuan, dll), Maka secara otomatis, setiap langkah istri keluar rumah, baik itu untuk urusan karir, apalagi bukan, sepantasnya harus ijin kesuami. Seorang istri yang pimpinan biro konsultan/kontraktor bangunan,atau pekerjaan yang lain, harus mendiskusikannya dulu kepada suami, yang karena tuntutan pekerjaan mengharuskan istri keluar kota atau bahkan keluar negeri . Meskipun uang hasil kerjanya katakanlah itu untuk membantu menopang kehidupan rumah tangganya, tetapi seorang istri seolah-olah wajib lapor kepada suami. Jika suami tidak mengijinkan, maka sebagai istri yang masih menjunjung adat ketimuran, pasti akan mbangun miturut (menurut) kepada keputusan suaminya.
Anehnya lagi, meski para wanitanya sendiri sering menggembar-gemborkan masalah kesamaan hak dan berusaha memperjuangkan emansi wanita, (khususnya yang berkarir) , tetap akan berpikir seribu kali, apabila sudah mendapatkan lampu merah, peringatan dari suaminya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang notabene akan berpengaruh terhadap karirnya. Bagi istri yang masih menginginkan keutuhan rumah tangganya, biasanya memilih mengikuti pertimbangan suami, sejauh pertimbangan tersebut masih bisa diterima oleh akal sehat. Sekalipun harus mengalahkan karir/pekerjaannya.
Seperti yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan. Dengan merebaknya rumor (issue tak sedap) menyerang keluarga pasangan penyanyi pop kita Krisdayanti – Anang. Pada hal-hal kasuistik yang berkaitan dengan lingkup kerja Krisdayanti, maka seringkali, Anang lah yang memutuskan, Seperti kasus yang saya sebutkan diatas, untuk mengganti beberapa personil pekerja musik pengiring istrinya, dan yang katanya lagi memang kontrak kerjanya sudah habis, Ananglah yang berperan, dan memutuskannya. Apapun alasan Anang dalam membuat keputusan dilingkup kerja istrinya.Tapi yang lebih ingin saya tekankan disini, adalah bukan masalah gossip atau rumornya, tetapi lebih pada betapa peran suami sangat besar terhadap karier istri. Demikian juga waktu Krisdayanti yang beberapa waktu yang lalu memutuskan untuk tidak main sinetron lagi. Sekali lagi, keputusan itupun karena pertimbangan tidak diijinkan oleh Anang sang suami. Kebesaran Inul, penyanyi dangdut yang lagi naik daunpun tidak lepas dari peran suaminya Adam..Dalam wawancara dengan Jayasuprana disalah satu stasiun tivi swasta Inul mengatakan, bahwa peran suaminya sangatlah besar dibalik kebesaran namanya saat ini.
Tulisan saya yang panjang lebar ini, secara tidak langsung sekaligus menanggapi juga tulisan Sirikit Syah tentang ibu profesional (mossaik, edisi 4, April 2003 dalam rubrik opini) . Bahwasanya, ibu profesional hanya dapat tercapai apabila ada dukungan dari pendamping hidupnya. Kalau masih ada suami, maka peran suami akan sangat besar pengaruhnya,. Kalau sebagai single parent, maka siapa yang menjadi pendamping hidupnya saat itulah yang berperan. Kalau masih dibantu orang tuanya, pasti orangtuanya ikut berperan kembali. Demikian juga kalau hanya dengan anak-anaknya, baik masih kecil atau dewasa, ya pastilah anak sangatlah berperan.
Jadi kata kuncinya adalah : pendamping hidup kita siapapun dia, akan sangat mempengaruhi keprofesionalan, atau karier kita, khususnya . Seprofesional apapun kita, pastilah ada keterbatasannya. Ini kalau yang kita bicarakan adalah bukan kita yang seorang diri. Karena pada dasarnya hidup kita selalu berada diantara keluarga, dan banyak orang.




Surabaya, April 2003

Uniek wardhono

KAWIN PERAK (PUISI)


KAWIN PERAK (25 tahun perkawinan)

Tujuh Oktober dua puluh lima tahun yang lalu
Sepasang manusia berbeda latar belakang, berbeda pendapat dan keinginan
Duduk bersimpuh dihadapan para saksi dan penghulu.
Disaksikan pula olehNya yang tidak kasat mata....
Perbedaan mereka harus lebur menjadi satu dalam ikatan janji kesepakatan
Kesepakatan untuk hidup berdampingan, dalam suka maupun duka
Saling menghargai dan dapat menerima perbedaan dengan keikhlasan......

Bukankah justru perbedaan itu yang menyatukan mereka?
Bukankah justru perbedaan itu menjadi daya tarik satu dengan yang lain?
Bukankah kelebihan dan kekurangan dari masing-masing akan bisa saling memberi,menerima dan saling melengkapi?
Bukankah fisik mereka sudah menjadi tanda yang kasat mata dari adanya perbedaan diantara mereka?
Bukankah justru Tuhan pun menciptakan keragaman, perbedaan agar manusia bisa memilih?

Jangan takut dengan perbedaan... selagi kita dapat mensikapinya dengan bijak......
Jangan jadikan perbedaan sebagai kambing hitam dari segala persoalan.....
Jangan jadikan perbedaan sebagai biang keladi permusuhan........
Jangan pula jadikan perbedaan sebagai AKHIR dari ikatan sebuah perkawinan
Berdampinganlah dengan manis dengan segala perbedaan...... Tuhan pun akan tersenyum....

Surabaya 2005-10-07
Unik Wardhono

REALITA KEHIDUPAN (PUISI)

REALITA KEHIDUPAN.

Hari Pertama kita lalui bak manisnya MADU……..

Pelan-pelan madu itu terasa berkurang manisnya.....

Pada hari ketujuh.... madu itu sudah berubah menjadi HAMBAR....

Mulailah ketidak samaan dari dua pribadi yang memang beda latar belakangnya itu muncul...

Bak kuntum bunga yang mulai merekah dan TERSIBAK........

Semua yang ada didalam bunga itu semakin TERKUAK...

Bintik-bintik serbuk-serbuk benang sari terburai berjatuhan....

Kegetiran semakin terasa ketidak samaan mulai terbiasa..........

MADU itu pun sudah jadi EMPEDU…….

Namun…… kita tidak pernah menyerah kalah….

Kita daki terus gunung tinggi ini bersama-sama.....

Ada onak ada duri, ada jalan berliku, ada ular berbisa...

Ada kijang yang cantik... ada buah-buahan yang ranum...

Ada jalan yang mulus tidak jarang kita temui jalan yang terjal..

Ada tupai ada bebatuan dan kerikil-kerikil tajam yang menghadang perjalanan kita.......

Kita coba tepis, kita coba singkirkan.... kita coba pungut... kita coba petik.....

Terus-terus kita lalui jalan-jalan itu…….

Tak kenal lelah tak kenal putus asa.........

Jika aku akan terperosok kejurang nan curam kau gapai tanganku untuk membantu kejalan yang benar

Jika kau terantuk batu dan akan terjatuh, aku tarik tanganmu sekuat tenagaku untuk dapat tegak kembali

27 tahun sudah………… kita lalui perjalanan itu…

Perjalanan yang sungguh Sangat MELELAHKAN sekaligus MENGASYIK kan…

Kadang ada CANDA ditengah perjalanan…

SERINGKALI JUSTRU diwarnai dengan keMURKAAN karena KESALAH PAHAMAN…..

Ya Allah dapatkah kami berdua MENYELESAIKAN perjalanan yang sudah kami NIATKAN DAKI BERSAMA ini?

.....................

..............................

..............................

Surabaya, 07 Oktober 2007

UW

Senin, 12 Januari 2009

KOMPREHENSIF

Itu yang selalu saya tekankan pada mahasiswa Tugas Akhir Bimbinganku khususnya dan mahasiswa q pada umumnya saat perkuliahan.
Tulisan ini juga sudah pernah saya kirimkan kepada Pengasuh disalah satu radio swasta di Surabaya yang aspiratif, responsif, akomodatif dan cepat menindak lanjuti untuk disalurkan pada saluran yang tepat (pada tahun 2005 yll)

KEYWORDS : komprehensif, (tidak sepotong-sepotong)integrated dan koordinatif. Mulai membuat aturan-aturan yang jelas, transparan, hukum benar-benar ditegakkan, konsisten, bertanggung jawab.

Ibarat manusia yang sudah dewasa (atau sudah renta?) kota Surabaya ”karakter” nya sudah terbentuk dan memang cukup kompleks untuk mengatur dan menatanya kembali. Kalau karakternya baik, tentunya tidak masalah. Sebaliknya kalau karakternya tidak karu2an menjadi sarat masalah. (Padahal mayoritas manusia yang sudah renta umumnya keras kepala,susah diatur, minta perhatian,minta dilayani dan seringkali kekanak-kanakan).

Kalau diibarkan kue, kota Surabaya ibarat kue tart yang sudah jadi, sudah dihias, bahkan sudah diiris siap untuk dibagikan. Sayangnya kue tart tadi rasanya tidak karuan, kemanisan atau kurang manis, bahkan mungkin ampek (baunya tidak sedap). Bagaimana cara memperbaikinya? Susah bukan?

Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka semestinya daerah semakin leluasa didalam mengatur dan menentukan kebijakan didaerahnya. Bukan malah semakin kacau dan tumpang tindih. Tapi kenyataannya, justru kadang membuka masalah baru.

Lebih dari sepuluh tahun yang lalu didalam rapat dengan Bappeda Jatim (waktu itu saya berperan sebagai konsultan dan kontraktor yang sedang akan mendapatkan sebuah proyek dari Bappeda). Saya pernah mengusulkan. Usulan saya ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan bisa dikatakan cukup klasik. Yakni : Agar Pemkot, atau Pemprov mencoba mulai menata, menyusun, kota dengan komprehensif, (tidak sepotong-sepotong)integrated dan koordinatif. Mulai membuat aturan-aturan yang jelas, transparan, hukum benar-benar ditegakkan, konsisten, bertanggung jawab dan semuanya disosialisasikan sehingga dapat dimengerti oleh semua pihak terkait.

Karena jika ditelaah lebih jauh, segala akar permasalahan didalam suatu pemerintahan adalah pada penataan, aturan dan penegakan hukum yang semu, tumpang tindih, ngambang dan jauh dari konsisten dan bertanggung jawab. Segala sesuatu sifatnya lebih temporal. Menyala sesaat, padam kemudian.

Lebih baik prosesnya yang agak panjang, tetapi ”produk” yang dihasilkan cukup menjawab permasalahan, bukan menciptakan permasalahan baru.

Sayangnya, nampaknya waktu itu hanya satu dua saja yang merespons. Itupun sebatas pembicaraan.Pelaksanaannya? Jauh panggang dari api...........Jauh JUDUL dari ISI

Contoh kongkrit.: karena tidak ada koordinasi yang baik antar instansi, program penataan kota yang terkesan tumpang tindih, tidak dikelola dan direncanakan dengan komprehensif, menyeluruh dan terintegrasi, maka terjadilah :

Minggu pertama, sebuah jalan selesai diperbaiki, mulus, halus bak pipi putri muda cantik Bahkan jalan dilapisi dengan hot mix. Minggu berikutnya, jalan yang halus mulus tadi dicongkeli digali lagi.....ada perbaikan PDAM.... selesai perbaikan, galian ditutup lagi. Tidak dikembalikan seperti sediakala. Brenjol sana, brenjol sini. Jalan tadi ibarat muka yang berbenjol-benjol. Jauh dari mulus. Para pengendara sepeda motor dan mobil, bahkan sepeda onthel, rombong penjual sate atau yang lainnya yang melintas disitu banyak yang selip atau terjatuh . Minggu berikutnya, karena banyak memakan korban, jalan dimuluskan kembali. Hot mix lagi. Minggu berikutnya jalan yang sama digali lagi.....kali ini untuk perbaikan jaringan drainage. Begitu seterusnya........ Jalan tersebut bertahun-tahun tidak pernah ”betul”. Demikian juga dengan jalan-jalan yang lain. Kalau ditanya siapa yang bertanggung jawab? Masing-masing instansi saling lempar tanggung jawab.

Saran saya:

Bagaimana kalau dengan kondisi yang ada sekarang yang sudah ”terlanjur amburadul ” ini, mulai ditata kembali?

Jika sangat sulit karena harus melibatkan banyak pihak, maka untuk jangka pendek bisa dibuat satu proyek percontohan atau pilot project. Coba terapkan sistem koordinasi, penataan secara komprehensif, terintegrasi dengan hukum dan aturan yang konsisten.

Kuncinya sebetulnya yaitu tadi. komprehensif, terintegrasi dengan penegakan hukum dan aturan yang konsisten. Selama hal tersebut tidak dilakukan, selamanya kota ini akan tetap amburadul.

Karena kalau mau bicara impian-impian yang sifatnya membahas masalah FISIK, jauh lebih mudah, dibandingkan dengan menata atau memperbaiki manusianya untuk melakukan atau melaksanakan sistem yang saya sebutkan sebagai KUNCI PERMASALAHAN tersebut. komprehensif, koordinatif, terintegrasi dengan penegakan hukum dan aturan yang konsisten. (Perencanaan tidak sepotong-sepotong)

Karena bisa saja orang mengusulkan (fisik):

1. Coba itu pedagang kaki lima ditertibkan. Kembalikan hak pejalan kaki.

Fungsikan

kembali trotoir untuk pejalan kaki

2. Buat taman kota untuk paru-paru kota biar masyarakatnya sehat

3. Sediakan dong fasilitas transportasi kota yang baik, aman dan nyaman

supaya

bisa mengurangi polusi, dan kendaraan pribadi berkeliaran didalam kota

Bangun dong subway ala MRT di Singapore

4. Bangun dong itu halte-halte yang memadai seperti dinegara-negara maju

(Belanda, atau paling tidak seperti Singapore).

5. Buat itu kawasan sebagai tempat wisata alam. Dan pusat kota sebagai

wisata belanja

6. Galakkan kembali itu pasukan kuning, agar sampah tidak berkeliaran

kemana-mana

7. Buat sistem pembuangan sampah yang memadai

6. Dan masih banyak lagi.

Hal diatas dapat direalisasikan dengan baik dan benar, jika.... kembali lagi kunci tadi sudah dipergunakan......

Sebagai orang yang berlatar belakang dibidang Arsitektur , maka untuk merancang, rasanya bersama team (teman-teman seprofesi dan teman –teman yang terkait) akan lebih ”enteng” mengerjakan perencanaan dan perancangan ,kota, lingkungan, perumahan dan pemukiman, gedung dlsb jika sistem yang saya sebutkan diatas di”berlakukan”.Karena perencanaan dan perancangan betul-betul bisa terfokus, tanpa harus di”pusingkan” oleh hal-hal (administrasi yang simpang siur).

Selama ini perencanaan dan perancangan menjadi tidak maksimal, karena banyak diiricuhkan /diriwuki (Jw) oleh aturan-aturan yang tidak jelas, yang setiap detik berubah. Aturan memang boleh berubah, tetapi tentunya harus melalui tahapan, dan waktu yang jelas. Dan yang terpenting adanya sosialisasi yang intensif.

Surabaya, 2005-11-20

Unik Wardhono

Rabu, 07 Januari 2009

HAK PEJALAN KAKI,ZEBRA CROSS, DAN TL

Lagi-lgi uneg-uneg ini aku tulis tahun 2004 yll....


HAK PEJALAN KAKI, ZEBRA CROSS DAN TRAFFIC LIGHT

Kasihan PEJALAN KAKI………….. Trotoir di KUP (ditempati dengan “paksa” oleh PK5.) Mau lewat zebra cross takut DITOTOL kendaraan bermotor…… Mau lewat jembatan penyeberangan takut DIKUNTIT PENODONG …………..????????

Mayoritas Masyarakat Surabaya , Malas jalan Kaki. Kenapa?

Pada waktu bepergian dengan suami dan anak naik mobil ke Plaza. Seringkali saya minta dicarikan tempat parkir yang PALING DEKAT dengan pintu masuk Plaza. Seringkali juga, suami nampak kesal dan bergumam : “Mayoritas Orang Indonesia sangat malas jalan kaki .Maunya kalau bisa, parkir itu didalam toko, toilet dll jadi nggak usah pakai berjalan.”

“ Langsung seperti/sejenis DRIVE THRUE.”

Saya tersindir. Dan saya mencoba membela diri“ Lho kalau memang kita diberi rejeki bisa parkir ditempat yang paling dekat dengan tujuan kenapa tidak?” “Kalau ada fasilitas yang bisa NGGENDONG/MBOPONG (Jw) (lift, escalator, dlsb) kita ketempat tujuan kenapa tdak? Justru itu sebagai UJUD SYUKUR kita atas karuniaNYA?”

“Lalu ujud syukur bahwa kita telah diberi BADAN SEHAT punya kaki untuk jalan mana?” Jawab suami saya lagi.

Kondisi seperti yang saya lakukan tadi dan mungkin dilakukan pula oleh mayoritas masyarakat Surabaya . Hal tersebut terjadi tidak lain karena di Surabaya disatu sisi banyak terjadi toleransi. Banyak dienakkan, yang seringkali masyarakat menjadi lupa. Mereka ‘REKOSO SETHITHIK” wae terus mengeluhnya panjang banget. Pengaturan, hukum dan sangsi yang jelas belum ditegakkkan/dilaksanakan dengan konsisten, efektif dan efisien. Sementara disisi lain PRIORITAS terhadap fasilitas yang disediakan bahkan kurang pas atau kurang tepat. Belum lagi ditambah dengan perencanaan dan pelaksanaan yang tidak sinkron dan dilakukan sepotomg-sepotong. Tidak ada koordinasi yang benar-benar dilaksanakan dengan komprehensif disemua lini pemerintahan dan kebutuhan masyarakatnya.

Kalau diperhatikan dinegara-negara lain seperti Singapore, Jepang, Belanda dll. Masyarakatnya baik muda sampai yang sudah berumur bahkan pejabatnya tidak jarang kita lihat mau berjalan kaki berkilo-kilo untuk mencapai kendaraan umum. Nampaknya bersemangat dan sehat.

Sewaktu berkesempatan berjalan-jalan dengan suami di Disneyland Jepang, kami bertemu sepasang suami istri yang sebenarnya sudah tua karena cucunya saja sudah usia dua puluhan. Keduanya masih nampak muda,segar dan bersemangat berjalan kaki dengan sigapnya sambil senyum senantiasa terseungging dibibir mereka. Saya berbisik kesuami disebelah saya. “Semoga kelak kitapun demikian ya” Mending jadi “NELI” (Nenek Lincah dalam artian positif daripada nenek klumprak klumpruk karena sakitan kurang Olah Raga).“Makanya harus giat olah raga. Paling tidak jalan kaki rutin” jawab suami saya.

Lalu hubungannya dengan masalah ZEBRA CROSS , JEMBATAN PENYEBERANGAN DLL khususnya di Surabaya apa?

- Mayoritas masyarakat ENGGAN/MALAS berjalan kaki. Baik itu dijalan umum apalagi

menyeberang lewat zebra cross maupun jembatan penyeberangan yang ada.

- Kalau bisa dari rumah ketempat tujuan “diGENDONG” (baik oleh orang, becak, bemo

sepeda motor, mobil, lift, escalator dll).

Lalu timbul pertanyaan . Sebabnya apa? Jawabannya cukup sederhana :

Fasilitas untuk “DIGENDONG/DIBOPONG ” di Surabaya ada, terjangkau, banyak dan bervariasi. Ada becak, bonceng sepeda motor, naik bemo/angguna,bus,ojek naik mobil, lift, escalator dan lain – lain . Kenapa harus jalan kaki?

Toh kalau mau jalan kaki RISKAN. Rasanya takut sekali di TOTOL, DISREMPET, DITODONG , dan yang lebih tragis DILINDAS kendaraaan yang lalu lalang . Mau minggir, PK5 sudah memenuhi TROTOIR yang seharusnya menjadi HAK pejalan kaki.

Sampai2 setiap pembantu saya mau ke pasar jalan kaki, senantiasa saya WANTI2 agar berhati-hati dijalan dan doa saya selalu mengiringi kepergiannya hingga kembali,

Dan setiap setir mobil dijalan raya saya acapkali melihat orang-orang menampakkan kengerian diwajahnya waktu menyeberang jalan meskipun lewat zebra cross. Saya jadi prihatin sekali. Dan sebagai pengemudi kendaraan bermotor sering pula dikejutkan oleh beberapa orang yang menyeberang dengan tiba-tiba.

Lalu timbul pertanyaan lagi.. Kenapa ya kok PEJALAN KAKI di Surabaya khususnya jadi ANALOG dengan ANAK TIRI? Apa salah dan dosanya? Lalu, kenapa kalau dinegara lain justru sebaliknya?. Banyak sekali PEJALAN KAKI nampak enjoy dan santai banget dan bahkan bisa dikatakan sebagai RAJA JALANAN?. Berjalan kaki di trotoir, menyeberang jalan dan lain – lain dengan tenang tanpa menampakkan kekhawatiran?

Difilm-film Negara lain seringkali kalau kita perhatikan bagaimana masyarakat dapat bermain-main dengan keluarganya ditaman-taman kota atau park-park yang dilengkapi dengan air mancur dibeberapa tempat, bangku-bangku dengan diteduhi oleh pepohonan, rumput hijau dan bunga-bungaan. Bahkan pernah waktu berkesempatan jalan-jalan di Perancis, kita bisa dengan leluasa memberi makan burung-burung yang cukup jinak.

Apakah di Indonesia yang sangat luas, dengan tanahnya yang subur, alamnya yang indah tidak bisa dibuat demikian? Seharusnya bisa………

Lalu langkah2 apa yang seharusnya dilakukan? Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sekali lagi diperlukan adanya KOORDINASI dari berbagai pihak terkait , termasuk masyarakatnya didalam penanganan yang KOMPREHENSIF dan INTEGRA TED.

Misalnya :

- Sediakan/Perbaiki infra struktur/fasilitas sarana prasarana transportasi umum yang

memadai.

- Adanya fasilitas untuk pejalan kaki, (zebra cross diberbagai tempat/jalan dengan Dileng

kapi TRAFFIC LIGHT untuk memberikan kesempatan bisa menyeberang bergantian

dengan pemakai kendaraan lain). Trotoir dibebaskan dari Pedagang kaki Lima (PK5) atau

diatur sedemikian rupa sehingga masih ada ruang gerak untuk pejalan kaki. Taman-taman

kota. Dipasang rambu-rambu peringatan, seperti sekian kilometer lagi ada zebra cross dll.

- Adanya bus-bus kota atau angkutan umum sejenis yang bersih, aman, nyaman,

terjangkau (mahal itu relative. Jika lebih mahal sedikit dari angkot lain tapi lebih nyaman

atau bahkan bebas dari copet dan perampokan akan menjadi “murah” demikian pula

sebaliknya).

Mengurangi atau bahkan meniadakan angkot2 dan bus-bus yang sudah tidak layak jalan

- Tersedianya HALTE-HALTE atau tempat pemberhentian bus/angkutan umum kota.

Untuk menghindarkan saling serobot antar angkutan kota / bus yang ada. Dimana disetiap

halte/pemberhentian tersebut diperlengkapi dengan PETA-PETA TUJUAN , JADUAL

KEBERANGKATAN KODE BUS dan KENOP2 yang didisain sedemikian rupa

sehingga tidak mudah dirusak ataupun dicuri. Dll

- Membuat peraturan baru tentang fasilitas transportasi kota.

- Melaksanakan peraturan, menegakkan hukum dan sangsi dengan konsisten

Kebaikannya/kelebihannya:

- Masyarakat akan berpaling dari kendaraan pribadi ketransportasi umum (bus dll).

- Mengurangi volume kendaraan dijalan raya

- Mengurangi polusi atau gas buang kendaraan, udara kota lebih besih

- Mengurangi pencurian kendaraan pribadi.

- Menghemat BBM

- Masyarakat lebih sehat karena harus jalan kaki ketempat halte-halte

- Mengurangi kecelakaan lalin

- dll.

Kesulitan/kekurangannya

- Diperlukan waktu yang lama dan kesabaran aparat dalam rangka mendisiplinkan

(membiasakan untuk berdisiplin) kepada masyarakatnya

- Menyadarkan masyarakat akan pentingnya berjalan kaki bagi kesehatan (karena jarak

antara rumah tinggal ketempat tersedianya transportasi umum tidak semuanya dekat )

- Mengurangi tenaga kerja (sopir angkot lain termasuk becak)

- Untuk membangun sarana prasarana diperlukan biaya yang relative besar.

- Memindahkan atau mengatur PK5

- Pembebasan tanah jika diperlukan

- Ll

Surabaya, Medio Desember 2004

Uniek Wardhono

JELANG PEMILU (3) WANITA OH WANITA

Lagi-lagi tulisan ini juga udah aku tulis 6 tahun yang lalu...

30% KUOTA UNTUK WANITA PADA PEMILU YAD.

Saya setuju, wanita diperhitungkan untuk mengisi kancah kegiatan politik/pemerintahan/maupun kegiatan-kegiatan lain yang strategis.

Tapi sebagai wanita (pribadi), mungkin saya belum sepenuhnya setuju dengan peran wanita yang harus sejajar dengan pria. Sederajad ya, tapi untuk tugas dan kewajiban, saya tetap berpendapat bahwa Tuhan pasti sudah punya rencana dengan menciptakan mahluk2 yang BERBEDA. antara semua saja yang diciptakan termasuk tugas laki-laki dan wanita. Karena kalau tugasnya sama pasti hanya diciptakan satu jenis saja. Laki-laki thok atau wanita thok. Jadi semua saling melengkapi.

Coba sedikit kita analisa beberapa perbedaan itu :

1. Wanita mengalami menstruasi,bisa mengandung, melahirkan dan menyusui. Laki-laki tidak.

2. Bentuk dan fumgsi fisik wanita dan laki-laki jelas berbeda. Baik didalam (wanita punya kandungan,punya uterus )Maupun diluar. Alat kelamin dan lain-lain. Justru dari perbedaan ini jadilah manusia-manusia baru.

3. Emosi wanita dan pria berbeda. Jelas wanita lebih halus dari laki2 (bicara tentang manusia normal) Wanita sering nangis mengeluarkan air mata biasa. Tapi kalau laki-laki berbuat demikian menjadi bencong.

4. Naluri ibu/wanita lebih tajam/peka. Juga pada anaknya. Contoh :

- Pada salah satu peristiwa tewasnya seorang ibu dengan dua anak gadisnya tepat tanggal 23 Des 03 yll

Akibat rumahnya terbakar. Bukan bapaknya yang berusaha menyelamatkan 3 anak2nya (justru menurut berita Koran yang saya baca, bapaknya menyelamatkan diri sendiri dengan terjun dari lantai 2). Ibunya tewas terbakar karena menyelamatkan 2 anak gadisnya yang masih didalam, setelah siibu tadi berhasil menyelamatkan anak bungsunya. Ibu tadi masuk kedalam lagi sementara api sudah berkobar.

- Induk kucing saya, senantiasa menununggui anak2nya makan duluan, setelah anaknya selesai makan, induknya barulah memakan sisanya.

- Yang ada hanya INDUK SEMANG, IBU KOTA, IBU NEGERI, IBU PERTIWI, SEPERTI ANAK AYAM KEHILANGAN INDUKNYA. Surga ada ditelapak kaki ibu. Tidak ada bapak negeri dll.

- Seorang wanita lebih bertahan menjanda, dibanding laki2. (sama2 ditinggal mati pasangannya)

Di agama Kristen Katholik, Tuhan diibaratkan sebagai BAPA. Dan bukan IBU. Ini juga sebagai pelambang bahwa apapun pekerjaan bapak/laki-laki, diharapkan akan dapat dijadikan bapak bagi anak2nya dan pelindung bagi anak dan istrinya.

Di agama Islam, Bapak sebaiknya bisa jadi Imam bagi keluarganya. Dia harus bisa dijadikan pengayom dan suri tauladan bagi anak-istrinya. Untuk itu, memang sebaiknya seorang laki2 hendaknya memperistri wanita yang sederajad, yang sekiranya laki2 tsb nantinya akan dapat / mampu memenuhi kebutuhan material/batiniah istrinya. Sehingga bukan dia yang disetir oleh istrinya, tapi suami bisa memimpin, mengarahkan anak istrinya. Untuk itu Suami memang harus lebih pintar atau minimal sederajad dari istrinya.

Buktinya sekarang ini banyak para keluarga muda yang akhirnya bercerai salah satu penyebabnya menurut saya adalah. Kurang mampunya si suami menjadi panutan bagi istrinya.

Lalu apa hubungannya cerita panjang saya dengan judul diatas? Kenapa harus dibatasi 30%? Kalau memang mau mensederajadkan laki-laki dengaan wanita, sejauh siwanita mampu, mestinya mau 70% pun bahkan 100% pun nggak perlu dipermasalahkan. Nah disini yang mungkin belum jelas dan masih rancu adalah penetapan KRITERIA nya.

KRITERIA harus jelas. Dan sekali lagi bahwa ada laki-laki, dan ada wanita pasti masing-masing punya peran, kelebihan dan kekurangan masing-masing yang sebenarnya bisa saling melengkapi.

Asal semua dilakukan dengan kesadaran bukan keterpaksaan.

Dan yang lebih memicu wanita tidak “TRIMO”/ BANGGA hanya sebagai ibu rumah tangga kemungkinan antara lain adalah : Tidak adanya penghargaan yang memadai dari suami, bahkan anak-anaknya. Anak-anak sekarang justru bangga kalau ibunya berperan diluar rumah (Berkarir). Padahal saya pribadi sangat mengagumi seorang ibu rumah tangga yang berhasil menjadikan anak-anaknya sukses, suaminya sukses dan SETIA hanya memiliki satu istri.. Jadi ibu rumah tangga yang berhasil tadi sangat buerat, tapi sangat MULIA. Dan ibu rumah tangga yang sukses saya ibaratkan sebagai wanita karir yang sukses mengelola perusahaannya, yakni KELUARGA

Kalau PARADIGMA/pandangan tentang peran ibu rumahtangga diluruskan, diubah dan menjadi sangat dihormati, dihargai, mungkin wanita akan kembali kepada fitrahnya. Perbedaan dengan ibu rumah tangga dulu kemungkinan , ibu rumah tangga sekarang lebih terdidik, terpelajar, pintar dan cerdas. Sehingga didalam memanage keluarganya seharusnya menjadi lebih baik.

Tapi ibu saya yang hanya sampai setingkat SMA kok ya sukses memanage keluarga dan bahkan berhasil dalam usaha/karirnya dijamannya ya? Padahal puteranya 5, yang 4 bisa lulus dari PTN semua. Selain ibu saya, rata2 orang dulu kok banyak yang sukses memanage keluarganya ya?

Bahasan ini sebenarnya masih panjang dan dalam. Lain waktu saya sambung lagi. Bahasan ini agak acak2an juga. Nanti kapan-kapan tak sarikan lagi. Harapan saya ada tanggapan/pandangan2 dari ANDA

Surabaya, Pebruari 03

Unik Wardhono

APA TUHAN SEDANG MENG "AYAK"

Meng AYAK yang aku maksudkan disini adalah me NYARING.......

APA TUHAN SEDANG MENG AYAK?

Jika kita perhatikan, beberapa tahun terakhir ini bangsa Indonesia, bertubi-tubi mengalami musibah yang banyak menelan korban jiwa. Dari peristiwa Tsunami, Kecelakaan pesawat, Flue burung, Antraks, Banjir bandang, Gizi buruk, Busung lapar, Deman berdarah, Gempa Bumi, Kemiskinan sampai bahaya-bahaya akibat pemakaian formalin dan lain-lain.

Bahkan diluar bumi Indonesia juga ada pembantaian besar-besaran ISRAEL pada PALESTINa.....

Pertanyaannya. Ada apa ini?Gejala apa pula?Jangan-jangan ini upaya Tuhan meng AYAK manusia. Entah yang buruk yang ditinggal dibumi untuk memberikan kesempatan memperbaikinya. Atau yang ditinggal dibumi justru yang baik-baik. Kita tidak tahu pasti. Itu termasuk MISTERI ILAHI.

Uniek 06