Lagi-lgi uneg-uneg ini aku tulis tahun 2004 yll....
HAK PEJALAN KAKI, ZEBRA CROSS DAN TRAFFIC LIGHT
Kasihan PEJALAN KAKI………….. Trotoir di KUP (ditempati dengan “paksa” oleh PK5.) Mau lewat zebra cross takut DITOTOL kendaraan bermotor…… Mau lewat jembatan penyeberangan takut DIKUNTIT PENODONG …………..????????
Mayoritas Masyarakat Surabaya , Malas jalan Kaki. Kenapa?
Pada waktu bepergian dengan suami dan anak naik mobil ke Plaza. Seringkali saya minta dicarikan tempat parkir yang PALING DEKAT dengan pintu masuk Plaza. Seringkali juga, suami nampak kesal dan bergumam : “Mayoritas Orang Indonesia sangat malas jalan kaki .Maunya kalau bisa, parkir itu didalam toko, toilet dll jadi nggak usah pakai berjalan.”
“ Langsung seperti/sejenis DRIVE THRUE.”
Saya tersindir. Dan saya mencoba membela diri“ Lho kalau memang kita diberi rejeki bisa parkir ditempat yang paling dekat dengan tujuan kenapa tidak?” “Kalau ada fasilitas yang bisa NGGENDONG/MBOPONG (Jw) (lift, escalator, dlsb) kita ketempat tujuan kenapa tdak? Justru itu sebagai UJUD SYUKUR kita atas karuniaNYA?”
“Lalu ujud syukur bahwa kita telah diberi BADAN SEHAT punya kaki untuk jalan mana?” Jawab suami saya lagi.
Kondisi seperti yang saya lakukan tadi dan mungkin dilakukan pula oleh mayoritas masyarakat Surabaya . Hal tersebut terjadi tidak lain karena di Surabaya disatu sisi banyak terjadi toleransi. Banyak dienakkan, yang seringkali masyarakat menjadi lupa. Mereka ‘REKOSO SETHITHIK” wae terus mengeluhnya panjang banget. Pengaturan, hukum dan sangsi yang jelas belum ditegakkkan/dilaksanakan dengan konsisten, efektif dan efisien. Sementara disisi lain PRIORITAS terhadap fasilitas yang disediakan bahkan kurang pas atau kurang tepat. Belum lagi ditambah dengan perencanaan dan pelaksanaan yang tidak sinkron dan dilakukan sepotomg-sepotong. Tidak ada koordinasi yang benar-benar dilaksanakan dengan komprehensif disemua lini pemerintahan dan kebutuhan masyarakatnya.
Kalau diperhatikan dinegara-negara lain seperti Singapore, Jepang, Belanda dll. Masyarakatnya baik muda sampai yang sudah berumur bahkan pejabatnya tidak jarang kita lihat mau berjalan kaki berkilo-kilo untuk mencapai kendaraan umum. Nampaknya bersemangat dan sehat.
Sewaktu berkesempatan berjalan-jalan dengan suami di Disneyland Jepang, kami bertemu sepasang suami istri yang sebenarnya sudah tua karena cucunya saja sudah usia dua puluhan. Keduanya masih nampak muda,segar dan bersemangat berjalan kaki dengan sigapnya sambil senyum senantiasa terseungging dibibir mereka. Saya berbisik kesuami disebelah saya. “Semoga kelak kitapun demikian ya” Mending jadi “NELI” (Nenek Lincah dalam artian positif daripada nenek klumprak klumpruk karena sakitan kurang Olah Raga).“Makanya harus giat olah raga. Paling tidak jalan kaki rutin” jawab suami saya.
Lalu hubungannya dengan masalah ZEBRA CROSS , JEMBATAN PENYEBERANGAN DLL khususnya di Surabaya apa?
- Mayoritas masyarakat ENGGAN/MALAS berjalan kaki. Baik itu dijalan umum apalagi
menyeberang lewat zebra cross maupun jembatan penyeberangan yang ada.
- Kalau bisa dari rumah ketempat tujuan “diGENDONG” (baik oleh orang, becak, bemo
sepeda motor, mobil, lift, escalator dll).
Lalu timbul pertanyaan . Sebabnya apa? Jawabannya cukup sederhana :
Fasilitas untuk “DIGENDONG/DIBOPONG ” di Surabaya ada, terjangkau, banyak dan bervariasi. Ada becak, bonceng sepeda motor, naik bemo/angguna,bus,ojek naik mobil, lift, escalator dan lain – lain . Kenapa harus jalan kaki?
Toh kalau mau jalan kaki RISKAN. Rasanya takut sekali di TOTOL, DISREMPET, DITODONG , dan yang lebih tragis DILINDAS kendaraaan yang lalu lalang . Mau minggir, PK5 sudah memenuhi TROTOIR yang seharusnya menjadi HAK pejalan kaki.
Sampai2 setiap pembantu saya mau ke pasar jalan kaki, senantiasa saya WANTI2 agar berhati-hati dijalan dan doa saya selalu mengiringi kepergiannya hingga kembali,
Dan setiap setir mobil dijalan raya saya acapkali melihat orang-orang menampakkan kengerian diwajahnya waktu menyeberang jalan meskipun lewat zebra cross. Saya jadi prihatin sekali. Dan sebagai pengemudi kendaraan bermotor sering pula dikejutkan oleh beberapa orang yang menyeberang dengan tiba-tiba.
Lalu timbul pertanyaan lagi.. Kenapa ya kok PEJALAN KAKI di Surabaya khususnya jadi ANALOG dengan ANAK TIRI? Apa salah dan dosanya? Lalu, kenapa kalau dinegara lain justru sebaliknya?. Banyak sekali PEJALAN KAKI nampak enjoy dan santai banget dan bahkan bisa dikatakan sebagai RAJA JALANAN?. Berjalan kaki di trotoir, menyeberang jalan dan lain – lain dengan tenang tanpa menampakkan kekhawatiran?
Difilm-film Negara lain seringkali kalau kita perhatikan bagaimana masyarakat dapat bermain-main dengan keluarganya ditaman-taman kota atau park-park yang dilengkapi dengan air mancur dibeberapa tempat, bangku-bangku dengan diteduhi oleh pepohonan, rumput hijau dan bunga-bungaan. Bahkan pernah waktu berkesempatan jalan-jalan di Perancis, kita bisa dengan leluasa memberi makan burung-burung yang cukup jinak.
Apakah di Indonesia yang sangat luas, dengan tanahnya yang subur, alamnya yang indah tidak bisa dibuat demikian? Seharusnya bisa………
Lalu langkah2 apa yang seharusnya dilakukan? Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sekali lagi diperlukan adanya KOORDINASI dari berbagai pihak terkait , termasuk masyarakatnya didalam penanganan yang KOMPREHENSIF dan INTEGRA TED.
Misalnya :
- Sediakan/Perbaiki infra struktur/fasilitas sarana prasarana transportasi umum yang
memadai.
- Adanya fasilitas untuk pejalan kaki, (zebra cross diberbagai tempat/jalan dengan Dileng
kapi TRAFFIC LIGHT untuk memberikan kesempatan bisa menyeberang bergantian
dengan pemakai kendaraan lain). Trotoir dibebaskan dari Pedagang kaki Lima (PK5) atau
diatur sedemikian rupa sehingga masih ada ruang gerak untuk pejalan kaki. Taman-taman
kota. Dipasang rambu-rambu peringatan, seperti sekian kilometer lagi ada zebra cross dll.
- Adanya bus-bus kota atau angkutan umum sejenis yang bersih, aman, nyaman,
terjangkau (mahal itu relative. Jika lebih mahal sedikit dari angkot lain tapi lebih nyaman
atau bahkan bebas dari copet dan perampokan akan menjadi “murah” demikian pula
sebaliknya).
Mengurangi atau bahkan meniadakan angkot2 dan bus-bus yang sudah tidak layak jalan
- Tersedianya HALTE-HALTE atau tempat pemberhentian bus/angkutan umum kota.
Untuk menghindarkan saling serobot antar angkutan kota / bus yang ada. Dimana disetiap
halte/pemberhentian tersebut diperlengkapi dengan PETA-PETA TUJUAN , JADUAL
KEBERANGKATAN KODE BUS dan KENOP2 yang didisain sedemikian rupa
sehingga tidak mudah dirusak ataupun dicuri. Dll
- Membuat peraturan baru tentang fasilitas transportasi kota.
- Melaksanakan peraturan, menegakkan hukum dan sangsi dengan konsisten
Kebaikannya/kelebihannya:
- Masyarakat akan berpaling dari kendaraan pribadi ketransportasi umum (bus dll).
- Mengurangi volume kendaraan dijalan raya
- Mengurangi polusi atau gas buang kendaraan, udara kota lebih besih
- Mengurangi pencurian kendaraan pribadi.
- Menghemat BBM
- Masyarakat lebih sehat karena harus jalan kaki ketempat halte-halte
- Mengurangi kecelakaan lalin
- dll.
Kesulitan/kekurangannya
- Diperlukan waktu yang lama dan kesabaran aparat dalam rangka mendisiplinkan
(membiasakan untuk berdisiplin) kepada masyarakatnya
- Menyadarkan masyarakat akan pentingnya berjalan kaki bagi kesehatan (karena jarak
antara rumah tinggal ketempat tersedianya transportasi umum tidak semuanya dekat )
- Mengurangi tenaga kerja (sopir angkot lain termasuk becak)
- Untuk membangun sarana prasarana diperlukan biaya yang relative besar.
- Memindahkan atau mengatur PK5
- Pembebasan tanah jika diperlukan
- Ll
Surabaya, Medio Desember 2004
Uniek Wardhono